Jumat, 26 Desember 2014

Harga Emas LLG Melemah Jelang Natal, Klaim Pengangguran AS Turun Tajam

 
SGB LAMPUNG - Harga emas LLG pada penutupan perdagangan Rabu 24 Desember 2014 terpantau ditutup dengan mengalami pelemahan. Pelemahan harga emas LLG pada perdagangan di hari tersebut dipicu oleh dorongan data klaim pengangguran Amerika Serikat.
Laporan dari data klaim pengangguran awal di Amerika Serikat yang mengalami penurunan tajam terpantau memberikan sentimen negatif pada perdagangan emas LLG Rabu lalu. Rilis data yang menunjukan penurunan dari level 289.000 ke 280.000 disaat ekspektasi justru naik 290.000 membuat posisi emas selaku safe haven terdorong jatuh dan harus ditutup melemah.
Adapun diluar pengaruh dari data klaim pengangguran Amerika Serikat, harga emas juga telah tertekan oleh akan ditingkatkannya suku bunga Amerika Serikat tahun 2015. Indikasi kuat dari The Fed yang melaporkan perekonomian Amerika Serikat telah berada dalam perkembangan yang tepat untuk peningkatan suku bunga di 2015 mendatang, menjadi landasan kuat runtuhnya dorongan aksi beli safe haven pasca krisis global 2008 di tahun 2015.
Pada penutupan perdagangan Rabu 24 Desember 2014, harga emas LLG terpantau ditutup dengan mengalami pelemahan. Harga emas LLG pada perdagangan Rabu lalu ditutup turun 0,20% ke tingkat harga $1.174,05/t oz atau melemah $2,40/t oz.
Sementara pada penutupan perdagangan emas berjangka di bursa Comex, harga emas berjangka juga ditutup melemah pada perdagangan Rabu lalu. Harga emas berjangka Comex untuk kontrak Februari 2015 ditutup turun 0,38% ke tingkat harga $1.173,5/t oz atau melemah $4,5/t oz.
Harga emas akan cenderung melemah pada perdagangan hari ini. Hal tersebut dilandasi oleh potensi sepinya aksi beli jelang tahun baru dan masih adanya sentimen negatif tingkatan suku bunga The Fed. Terkait pergerakan harga, diprediksi emas akan cenderung melemah untuk mencoba menembus level $1.172,50 dengan potensi lanjutan ke $1.170,50. Sebaliknya apabila terjadi penguatan, maka harga akan mencoba menembus level $1.181,00 dengan potensi lanjutan ke $1.183,50.

Libur Natal, Bursa Saham Jepang Dibuka Turun Tipis

 
SGB LAMPUNG - Keriaan libur Natal tampaknya sedikit hinggap pada bursa saham Jepang. Rangkaian kemenangan selama beberapa hari terahir, tak begitu terasa pada pembukaan saham hari ini.

Indeks Nikkei spot mencatat penurunan tipis pada pembukaan perdagangan Kamis, 25 Desember 2014. Indeks Nikkei 225 tergelincir 0,2 persen ke level 17.814,94. Namun, angka itu masih mencatat level tertinggi sepanjang tujuh tahun belakangan. Sementara, yen diperdagangkan datar-datar saja di level 120,32 terhadap dolar AS.

Laman CNBC mencatat, di antara saham kelas berat di Jepang, Sony turun 0,7 persen. Perusahaan ini menjadi sasaran serangan hacking, yang menurut pemerintah Amerika Serikat dilakukan oleh Korea Utara.

Di Taiwan, indeks Taiex turun tipis 0,1 persen, sedangkan Shanghai Composite naik 0,5 persen.

Sebagian besar pasar saham di seluruh Asia tutup untuk liburan Natal. Bursa Australia, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura dan Korea Selatan semua ditutup.

Gejolak Minyak Akhir Tahun, Rusia Dihimpit Arab dan Amerika?

 
SGB LAMPUNG - Ekonomi Rusia tak henti-hentinya menghadapi pukulan. Harga minyak yang merosot dan tak berdayanya nilai tukar mata uang rubel, makin meminggirkan Rusia ke jurang resesi.

Ironisnya, keterpurukan Rusia itu berbarengan dengan pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS). Dunia bisnis dan konsumen AS diselimuti sentimen positif setelah tren penurunan harga minyak dunia di tengah pernyataan Arab Saudi yang tak mau memangkas produksi minyak.

Melimpahnya pasokan minyak yang berakibat pada tergelincirnya harga, juga mampu menggairahkan ekonomi di AS. Akibatnya, dana di beberapa negara "mudik" ke negeri Paman Sam itu.

Pada tahun depan, Rusia setidaknya terancam kehilangan pendapatan sebesar US$80 miliar (Rp960 triliun, kurs Rp12.000/US$), dari ekspor minyak Bumi. Maklum, harga minyak mentah jenis Brent cenderung berkisar di bawah US$60 per barel.

Tren penurunan harga minyak tersebut tak dapat dibendung, menyusul keputusan Arab Saudi untuk tidak memangkas pasokan. Bukan itu saja, keputusan Arab itu diikuti oleh negara-negara eksportir minyak (Organization Petroleum Exporting Countries/OPEC).

Bahkan, Arab seolah tak ambil pusing saat negara-negara non-OPEC telah mengurangi produksi. "Jika mereka ingin melakukannya (pangkas produksi), tentu Arab Saudi tidak akan memotong (produksi)," ujar Ali al-Naimi, Menteri Perminyakan Arab Saudi, seperti dikutip dari laman Reuters, awal pekan ini.

Negara-negara di jazirah Arab, tampaknya sejalan dengan keputusan Kerajaan. Menteri Perminyakan UEA, Suhail Bin Mohammed al-Mazroui dan Menteri Perminyakan Kuwait, Ali al-Omair, kurang lebih memiliki pendapat senada.

Dan, nyatanya, target produksi OPEC sebanyak 30 juta barel per hari (bph) tidak berubah. OPEC tak mau mengintervensi, dan membiarkan pasar untuk mencari titik keseimbangan sendiri.

Di sisi lain, pasokan minyak AS justru meningkat. Data American Petroleum Institute yang dirilis Selasa menunjukkan, stok minyak mentah AS naik 5,4 juta barel. 

Turunnya harga minyak dunia tersebut cukup "dinikmati" oleh AS. Nyatanya, AS merilis laporan peningkatan produk domestik bruto (PDB) yang memicu percepatan pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen. 

Sementara itu, indeks dolar juga sempat hampir menyentuh level tertinggi sejak April 2006. Dolar terus menunjukkan kedigdayaannya terhadap mata uang asing lainnya. Penguatan dolar AS tersebut, tentu saja membuat harga komoditas menjadi mahal bagi pemegang mata uang non dolar. 

Tentu, dengan harga minyak yang rendah tersebut, ekonomi Rusia kalang kabut. Sebab, menurut data dari Energy Information Administration (EIA) AS, sektor minyak dan gas menyumbang 68 persen dari US$527 miliar total bruto ekspor Rusia pada 2013. Kala itu, minyak dunia dipatok pada kisaran US$108 per barel.

Produksi CPO RI Bakal Melimpah, Harganya Bagaimana?

 
SGB LAMPUNG - Sebagai salah satu komoditas ekspor penting Indonesia, industri minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam negeri telah mencatat perkembangan yang signifikan selama satu dekade terakhir.

Menurut data Kementerian Pertanian, Indonesia memiliki area perkebunan CPO seluas 8 juta hektar. Angka tersebut mengalami kenaikan sebanyak dua kali lipat dari sejak tahun 2000 dan diperkirakan akan mencapai 13 juta hektar pada tahun 2020.

"Terlepas dari kondisi ketidakpastian aktivitas perekonomian yang telah melemahkan permintaan pasar CPO dunia, sudut pandang netral kami terhadap industri CPO dalam negeri, tidak berubah seiring dengan potensi permintaan yang kami perkirakan akan cenderung terjaga di tahun depan (bila terjadi pelemahan tidak sedalam perkiraan pasar) dan posisi negara Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar CPO dunia," ujar laporan riset PT Daewoo Securities Indonesia, Kamis 25 Desember 2014.

Artinya, masih berpotensi mengalami kenaikan sebanyak 5 juta metrikton per tahun dan berpotensi mencapai angka 40 juta metrikton (MT) pada tahun 2020. Angka itu tumbuh hampir dua kali lipatnya bila dibandingkan dengan data 2013 sebanyak 27 juta MT.

Meskipun demikian, hasil riset tersebut menyebutkan, juga melihat dan mengakui akan adanya pergerakan harga dan kondisi industri yang masih belum sepenuhnya pulih.

Bahkan, kenaikan harga CPO yang terjadi di Malaysia terlihat tidak akan berlanjut hingga akhir tahun depan atau masih akan terkoreksi sebelum berpotensi mengalami kenaikan sebagai akibat penerapan kebijakan baru pemerintah Malaysia. Harga CPO untuk pengiriman Februari 2015 naik mencapai RM2,210.

Demikian pula halnya dengan pasar Indonesia, yang terlihat masih akan tergantung pada pemulihan pasar Tiongkok dan India.

Di sisi lain, riset tersebut melihat potensi terjaganya pertumbuhan dan potensi perbaikan permintaan atau ekspor yang akan dipicu oleh penerapan zero tariff export yang telah mendorong lonjakan ekspor CPO pada bulan Oktober lalu.

Terlepas dari berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut dalam mendorong permintaan pasar, Malaysia juga telah memperpanjang kebijakan pembebasan pajak ekspor CPO hingga bulan Februari 2015.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan produksi CPO tahun depan akan mencapai 32,5 juta MT. dengan perkirakan pergerakan harga CPO pada rentang USD740/MT hingga USD800/MT. Investor sebaiknya tetap mencermati pergerakan saham CPO di tahun 2015.