Kamis, 19 Maret 2015

Wall Street Kembali Menguat Setelah Pasar Diyakinkan Bahwa Fed Tidak Akan Buru-Buru Naikkan Suku Bunga

 
SGB LAMPUNG - Bursa saham Amerika ditutup menguat, indeks Standard & Poor 500 naik 1,2 persen menjadi 2,099.26 pada 16:00 di New York. Indeks Russell 2000 naik 0,8 persen ke rekor. The Nasdaq Composite naik 0,9 persen, dan secara singkat naik kembali di atas 5.000.
Bank sentral mengatakan menaikkan suku bunga pada bulan April adalah tidak mungkin sampai kondisi yang cukup meyakinkan dimana inflasi akan kembali ke target dan pasar tenaga kerja membaik lebih lanjut.
Saat ini The Fed hanya akan menetapkan kebijakan pada setiap pertemuan berdasarkan data ekonomi terbaru, membuat tindakannya kurang dapat diprediksi. The Fed mengulangi bahwa mereka telah melihat kemajuan didalam pasar tenaga kerja dan bahkan dapat ditingkatkan lebih lanjut.
Spekulasi bahwa penguatan pasar tenaga kerja akan mendorong bank sentral lebih dekat dengan kenaikan tarif telah membebani ekuitas AS, membuat bursa saham Amerika berkinerja terburuk di antara negara maju. Stimulus Fed telah membantu memacu pasar bull selama enam tahun yang membuat S & P 500 naik lebih dari tiga kali lipat sejak level terendahnya di tahun 2009.
The S & P 500 telah kehilangan 0,9 persen dari rekor yang pernah dicapainya di tanggal 2 Maret lalu, dikarenakan kekhawatiran penguatan bahwa mata uang AS akan merugikan pendapatan perusahaan eksportir.
Mata uang yang lebih kuat dapat membatasi laju ekspansi dengan membuat ekspor AS lebih mahal, dan mengancam untuk lebih menahan inflasi, yang telah tertinggal di belakang gawang Fed selama 33 bulan berturut-turut.

Harga Minyak Berakhir Meroket Akibat Lesunya Nilai Dollar

 
SGB LAMPUNG - Harga minyak mentah di bursa komoditas Amerika Serikat mengalami lonjakan yang mengesankan pada penutupan perdagangan Kamis dini hari tadi (19/3). Harga komoditas ini rebound tajam setelah dollar AS mengalami pelemahan. Fed mengatakan bahwa peningkatan suku bunga acuan akan dilakukan dengan sangat hati-hati.
Harga minyak mentah WTI sempat mengalami anjlok tajam setelah laporan pasokan di Amerika Serikat mencapai rekor tertinggi untuk 10 minggu berturut-turut. Sementara itu harga minyak mentah Brent bergerak dengan cenderung lebih berhati-hati.
Harga minyak langsung bergerak naik setelah dollar jatuh akibat pernyataan kebijakan Fed di akhir pertemuan bulanannya. Fed membuka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan mulai bulan Juni mendatang. Akan tetapi seperti halnya kebijakan menghentikan quantitative easing yang dilakukan secara bertahap, kenaikan suku bunga acuan juga akan dilakukan secara bertahap.
Harga minyak mentah berjangka jenis WTI untuk kontrak April yang merupakan kontrak paling aktif saat ini ditutup melonjak kencang. Di akhir perdagangan harga minyak WTI tersebut mengalami kenaikan sebesar 1,20 dollar atau 3 persen pada posisi 44.66 dollar per barel.
Sementara itu harga minyak mentah Brent untuk kontrak bulan April juga ditutup menguat dengan persentase yang lebih besar dibandingkan kenaikan WTI. Harga minyak mentah Brent kontrak April ditutup naik sebesar 2,40 dollar atau 4,5 persen pada posisi 55,91 dollar per barel.
Pergerakan harga minyak mentah jenis WTI kontrak paling aktif pada perdagangan hari ini berpotensi untuk bergerak melemah terbatas. Dominannya sentimen negatif pembengkakan pasokan minyak mentah di Amerika Serikat dan potensi peningkatan ekspor dari Libya dan Iran menjadi faktor utama yang menekan harga komoditas tersebut. Kenaikan yang terjadi pada perdagangan kemarin masih belum ada tanda-tanda untuk berlanjut.
Untuk perdagangan hari ini harga minyak mentah WTI kontrak April diperkirakan akan mengalami level resistance di 47,00 dollar. Resistance selanjutnya ada di 48,00 dollar. Jika terjadi pergerakan retreat sehingga harga melemah support akan ditemui pada posisi 42,00 dollar dan 40,00 dollar.

Bank Dunia: Rupiah Turun Bukan karena Salah Pengelolaan

Bank Dunia: Rupiah Turun Bukan karena Salah Pengelolaan 
SGB LAMPUNG - Ekonom Kepala Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop, mengemukakan bahwa melemahnya nilai tukar atau depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akhir-akhir ini, perlu dilihat sebagai penguatan dolar AS terhadap semua mata uang, bukan hanya rupiah.

"Depresiasi rupiah terhadap dolar AS bukan akibat salah pengelolaan ekonomi di dalam Indonesia, tapi karena menguatnya dolar AS secara global,” kata Diop, seperti dikutip dalam laman Sekretariat Kabinet, Kamis 19 Maret 2015. 

Diop mengingatkan, bahwa mata uang dolar AS hingga saat ini belum kembali ke posisi dulu, sehingga masih ada potensi untuk terus menguat.

Ruang fiskal
Terkait dengan pelemahan nilai rupiah itu, Diop mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang telah melakukan revisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), di mana di dalamnya dilakukan penghapusan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM).

Menurut Diop, dengan langkah revisi APBN, saat ini belanja modal melebihi dari anggaran yang dialokasikan untuk subsidi energi. Namun demikian, dia mengingatkan bahwa ruang yang tersedia untuk melakukan belanja masih terbatas.

“Akan sulit untuk mencapai belanja modal dua kali lipat dari 2014, karena hambatan disbursement, ruang fiskal terbatas,” jelas Diop.

Diop memperkirakan, belum akan ada peningkatan besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mengutip laporan Bank Dunia, Diop memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 akan mencapai 5,2 persen, dan akan melonjak pada 2016 mendatang menjadi 5,6 persen.
Adapun angka defisit anggaran diperkirakan mencapai tiga persen pada 2015, dan 3,2 persen pada 2016.

“Untuk jangka pendek, ekonomi Indonesia tumbuh 5,5 persen atau lebih tinggi akan berat karena kondisi saat ini,” ujar Diop.

Salurkan Kredit Mikro, Bank of China Disarankan Gandeng BRI

Salurkan Kredit Mikro, Bank of China Disarankan Gandeng BRI 
SGB LAMPUNG - Bank of China dikabarkan akan mengucurkan dana puluhan triliun untuk usaha kecil menengah (UKM). Bank pelat merah asal Tiongkok itu pun disarankan untuk bekerja sama dengan bank pelat merah Indonesia untuk mengucurkan kredit.

Pada Rabu malam 18 Maret 2015, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, menyarankan agar bank itu menggandeng bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PT Bank BRI (Persero) Tbk.

"Kalau memberikan pinjaman UKM kita, (dia) harus bekerja sama dengan bank-bank kita," kata Sofyan, di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.

Mengapa BRI? Mantan menteri BUMN itu menilai, bank pelat merah ini berpengalaman terhadap penyaluran kredit, terutama kredit bagi pelaku usaha mikro.

"Mereka paling tahu UKM," kata dia.

Sofyan tak keberatan dengan bank asing yang ingin menyalurkan dananya kepada pengusaha mikro Indonesia. Asalkan, bank itu tidak masuk ke dalam bisnis kredit mikro.

"Jadi, siapa saja yang mau masuk ke UKM, oke, supaya memperkuat UKM. Tapi, bukan mereka yang masuk ke bisnis UKM," kata dia.

Sebelumnya, CEO Maspion Group, Alim Maskur, mengatakan Bank of China siap menyalurkan kredit kepada UKM sebesar Rp2-20 triliun.