Senin, 29 Desember 2014

DPR: OJK dan BI Harus Konsentrasi di Tugas Masing-masing

 
SGB LAMPUNG - Dewan Perwakilan Rakyat meminta Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saling bersinergi dalam melakukan tugasnya masing-masing sesuai yang ditetapkan undang-undang (UU). BI, dalam hal ini mengelola kebijakan makroprudensial dan OJK di kebijakan mikroprudensial.

"BI dan OJK harus konsentrasi penuh pada tugasnya masing-masing," ujar Maruarar Sirait, Anggota Komisi XI DPR dari PDIP dalam keterangan tertulisnya, Minggu 28 Desember 2014.

Seperti diketahui, BI mengurus kebijakan makroprudensial, yaitu kebijakan moneter untuk menjaga inflasi, suku bunga, dan stabilitas rupiah, mengelola cadangan devisa, serta sistem pembayaran nasional.
Sedangkan, tugas OJK berupa kebijakan mikroprudensial, antara lain pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap industri keuangan, baik industri perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank a.l asuransi dana pensiun, perusahaan pembiayaan, dan lembaga keuangan mikro. 

"Hanya memang kalau ada tumpang tindih kewenangan, kita harus duduk bersama membicarakan batasan makroprudensial, di mana dan mikroprudensial ada di mana," katanya yang akrab dipanggil Ara.

Menurut dia, dalam UU OJK, sebenarnya telah diatur secara tegas bentuk hubungan, atau koordinasi kelembagaan antara OJK, BI, Pemerintah, atau Kemenkeu, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di bidang perumusan kebijkan pengaturan dan pemeriksaan bank, pertukaran data, dan informasi bank dan pencegahan ,serta penangan krisis. 

Sementara itu, katanya, pemisahan mikro dan makroprudensial untuk mencegah benturan kepentingan dan mekanisme check & balances. Khususnya, dalam pengelolaan industri perbankan.

Lebih lanjut, menanggapi terjadinya tumpang tindih kewenangan antara BI dan OJK, Ara menyampaikan bahwa pihaknya akan memanggil kedua pihak dalam rapat komisi sebelas mendatang. "Karena yang saya tahu, selama ini tidak ada permasalahan apa-apa antara OJK dan BI," tuturnya.

Di sisi lain, mantan Ketua Pansus RUU OJK Nusron Wachid mengingatkan semua pihak bahwa terbentuknya OJK adalah keputusan politik yang didasari fakta sejarah. Mulai dari moral hazard yang terjadi di industri keuangan saat krisis ekonomi 1997-1998 yang ditandai dengan kasus BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia), obligasi rekap, sampai munculnya kasus Bank Century 2008.

Fakta menunjukkan pengawasan sektor jasa keuangan yang terpisah, yaitu perbankan oleh BI dan industri keuangan non-bank dan pasar modal di Departemen Keuangan, telah menimbulkan loopholes yang dimanfaatkan oleh mafia kejahatan di industri keuangan.

"OJK dan pengawasan terintegrasi jadi kata-kata kunci untuk menambal loopholes tersebut. Seluruh industri, pengaturan dan pengawasannya harus di bawah satu lembaga yaitu OJK," terang Nusron.

Apalagi, lanjutnya, perkembangan konglomerasi keuangan Tanah Air yang sangat pesat. ”Bagaimana bila mereka kolaps, dapat memicu krisis sistemik. Nah, dengan pengaturan dan pengawasan secara integrasi, niscaya risiko konglomerasi akan termonitor dan dimitigasi,” ungkapnya.

Di Indonesia saat ini terdapat 36 konglomerasi, masing-masing dapat membawahi puluhan perusahaan terutama di sektor non perbankan baik di pasar modal maupun di industri keuangan non-bank. Konglomerasi ini telah memunculkan potensi risiko terbesar di sektor jasa keuangan, terlebih lagi dengan adanya hybrid products lintas sektor, misalnya bankassurance dan unit link. 

Pungutan


Menyangkut pungutan, baik Ara maupun Nusron mengingatkan, agar kepentingan industri lebih diutamakan. Mereka pun menyambut baik inisiatif OJK yang mengusulkan kepada pemerintah agar segera melakukan amanden terhadap peraturan pemerintah tentang pungutan. 

Hanya keduanya mengingatkan, agar pembiayaan OJK ke depan lebih mengandalkan pungutan. "Kondisi fiskal kita masih rawan karena dibiayai utang. Jangan hanya gara-gara OJK mengandalkan APBN, justru memperparah APBN  kita," kata Nusron.

Selain itu, tambahnya, kepercayan pasar ditentukan selain oleh kualitas koordinasi OJK dan BI, juga oleh APBN yang sehat dan bersinambungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar